Wednesday, November 26, 2008

belajar hak atau belajar kewajiban?

November 19th, 2008

Kita lebih banyak belajar tentang hak dari pada kewajiban.....komentar ini terdengar ketika aku menghadiri satu ibadah minggu...pembicara nya yang adalah seorang pendeta, mengatakan bahwa kita manusia ini terlalu banyak belajar tentang hak dari pada kewajiban...dan kemudian dia sharing pengalamannya bagaimana dia mendidik anak-anaknya dengan menerapkan prinsip yang sebaliknya dari pernyataan-nya di atas...dia lebih banyak mengajarkan tentang kewajiban ketimbang hak pada anak-anaknya...

Ada yang menarik dari apa yang disampaikan pendeta tadi...yaitu tentang apa bukti bahwa manusia lebih banyak belajar hak-nya dari pada kewajibannya. Ya pendeta itu mengatakan bahwa buktinya adalah betapa banyak orang yang selalu menuntut haknya daripada melakukan kewajibannya. Dan bukti yang lain lagi, betapa banyak orang yang tidak bisa menghilangkan keinginan dunia-nya karena menuntut hak-hak nya....Hal-hal ini berputar-putar di otakku, entahlah sudah berapa lama untuk coba memahaminya hmmm benarkah kita terlalu banyak tentang hak?

Kemarin sore ketika aku harus masuk di kelas ester yang berisi anak usia 9-11 tahun, aku menyaksikan satu kejadian yang cukup menarik perhatian ku. Ada seorang ibu yang datang dan menanyakan mengenai ‘jatah’ yang harus diterima anaknya yaitu berupa tas sekolah. Setelah ibu ini membaca di daftar anak yang akan menerima tas sekolah, ternyata nama anaknya tidak tercantum di sana. Ibu ini kemudian complain, sampai akhirnya datang sang koordinator program dan menjelaskan alasan kenapa nama anaknya belum masuk ke dalam daftar, yaitu karena anak nya sering alpa dari kegiatan. Jadi ternyata ada pembagian waktu pembagian tas sekolah dan yang didahulukan adalah anak-anak yang tidak pernah absen hadir di kegiatan. Dan nanti setelah anak-anak yang tidak pernah absen ini menerima tas sekolah, kemudian anak-anak yang sering absen menerima tas sekolah. Bagi saya pribadi, itu adalah fair karena tentu saja kita perlu memberi reward bagi anak-anak yang tidak pernah absen alias rajin hadir di program dan bagi saya memberikan jatah tas terlebih dahulu bagi mereka tidaklah salah dan kalau anak yang sering absen diberikan belakangan yaa supaya nantinya mereka rajin dan tidak absen lagi...tapi yang terjadi dengan ibu itu lain...ibu itu nyerocos aja bahkan cenderung memprovokasi ibu-ibu lain yang ada di sekitarnya dengan mengatakan ini tidak adil dan sebagainya. Ada keinginan di hati saya untuk menjelaskan kepada ibu itu bahwa memang absen masuk dalam kriteria penilaian yang sudah ditentukan bersama oleh pihak penyelenggara program dan pemberi program, tapi entah kenapa saya langsung masuk ke kelas ester dan memulai sharing hari ini. Ternyata sampai jam belajar sudah selesai, sang ibu masih saja ngotot dan nyerocos....menuntut hak-nya...

Apakah ibu ini termasuk orang yang terlalu banyak menuntut hak-nya (tas sekolah untuk anak-nya) dari pada melakukan kewajibannya (mengantar anak-nya ke kelas program)? Dan karena begitu ingin hak nya di dapat, ibu ini sampai tidak mau menerima penjelasan dari koordinator program dan tetap pada pendiriannya....bahwa tidak bisa seperti itu, bahkan ibu itu sampai mengancam akan melaporkan ke pelaksana program...hah?!

Apakah ibu ini termasuk orang yang terlalu banyak belajar mengenai hak dari pada kewajiban?

Wah setelah dipikir-pikir kayaknya ini menjadi cukup complicated...kalau ibu ini merasa menerima tas hari ini adalah hak-nya dan kemudian koordinator program merasa adalah hak-nya untuk menunda pemberian tas untuk anak ibu ini karena dia punya alasan yang jelas dan itu sudah jalan sekian lama dan tidak ada yang protes kecuali ibu ini, maka pasti tidak akan dapat titik temu. Pada akhirnya pasti ibu ini lah yang harus tetap menunggu dan pasti ibu ini tidak akan puas...hmmmm
Entahlah kenapa jadinya tidak simple ya? Apakah salah terlalu banyak belajar tentang hak dari pada kewajiban?

Refleksi saya pribadi;
Selama ini doa saya kepada BAPA ku di surga, lebih banyak berisi tentang bagaimana supaya hak-hak saya bisa saya dapatkan, sedangkan saya begitu sedikit bertanya tentang bagaimana melakukan kewajiban ku...jadi boro-boro melakukan kewajiban bertanya ke BAPA tentang kewajiban ku aja males. Saya paling senang ketika berbicara dengan BAPA ku tentang bagaimana aku berhak sukses dalam hidup, mendapatkan semua yang kuinginkan, supaya aku sehat, supaya aku panjang umur, dapat jodoh yang tepat, karir yang naik terus, teman-teman yang baik, bahwa aku juga berhak pakai sepatu ber-merk, baju ber-merk, bahwa aku berhak punya mobil mercy dan ada begitu banyak hak ku lainnya..tapi saya kurang ‘nyaman’ ketika harus bicara tentang kewajiban ku...memberi bagi mereka yang memerlukan, memberi makan bagi yang lapar dan memberi minum bagi yang haus, memberi pakaian bagi yang tidak memiliki pakaian dan memberi tumpangan bagi mereka yang tidak punya tempat berteduh, memperhatikan anak yatim dan fakir miskin....biasanya kalau sampai di bagian ini dan saya pun akan berkata itu kan tugas pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, untuk membantu anak yatim dan orang miskin...atau kadang bahkan saya bertanya ah masa sih itu menjadi kewajibanku TUHAN? Bukankah itu kewajiban MU TUHAN untuk memberi bagi mereka yang memerlukan, memberi makan bagi yang lapar dan memberi minum bagi yang haus, memberi pakaian bagi yang tidak memiliki pakaian dan memberi tumpangan bagi mereka yang tidak punya tempat berteduh, memperhatikan anak yatim dan fakir miskin dan juga memenuhi semua kebutuhanku dan memberikan semua yang kuinginkan.........bukankah ada begitu banya orang yang seperti saya??????

Salahkah jika terlalu banyak belajar tentang hak?

there are many things around us are too small to ignore

No comments: