Monday, April 13, 2009

ber-TUHAN atau jadi tuhan

9 maret 2009

Kalau di tanya dengan pertanyaan ini , tentu saja sebagian besar dari kita akan menjawab; ‘tentu saja aku punya TUHAN dan aku tidak akan menjadi TUHAN’
Ya di negara yang berke-TUHAN-an yang maha esa ini, sebagian besar dari kita hanya akan mengaku sebagai orang yang berTUHAN dan tentu saja kita akan menganggap takabur jika ada manusia yang ingin menjadi TUHAN.
Mari kita duduk tenang dan berpikir dengan jujur, bahwa pada kenyataannya ada banyak dari kita yang ingin menjadi tuhan, bahkan mungkin kita sendiri sudah mempunyai keinginan atau bahkan sudah menjadi tuhan. Wow!!! Ini statement yang akan ditolak oleh banyak orang, bahkan awalnya pun aku memungkiri kenyataan dengan mengatakan..tidak mungkin aku mau menjadi tuhan...dosa lagee!!! Tapi setelah aku duduk tenang dan jujur dengan diri ku sendiri, aku pun mendapati diri ku sering ingin menjadi tuhan..dan betapa banyaknya orang di sekitarku yang ingin menjadi tuhan.

Lihat saja betapa ada begitu banyak orang yang berebut kekuasaan, mengorbankan harta benda, mengorbankan norma-norma agama, mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, mengorbankan kejujuran, mengorbankan kata hati, mengorbankan kasih bahkan mengorbankan diri sendiri. Memiliki kekayaan serasa belum cukup jikalau belum memiliki kekuasaan. Nyatanya ada begitu banyak orang yang memiliki banyak kekayaan yang mau mengorbankan segalanya demi mendapatkan kekuasaan. Mengapa ada begitu banyak orang yang berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi penguasa, entah itu di skala kampung, desa, kota bahkan sampai negara. Ya tujuannya adalah memiliki kekuasaan, meskipun dengan embel-embel berjuang untuk rakyat. Demikian pula euforia yang terjadi saat ini, begitu banyak orang berlomba-lomba mencalonkan diri sebagai caleg, dengan embel-embel berbuat untuk rakyat, mewakili suara rakyat dan sebagainya dengan akhiran rakyat...tapi yang sebenarnya yang dicari adalah kekuasaan. Dan lihatlah tidak sedikit dari mereka yang sudah mendapatkan kekuasaan di level manapun, yang akhirnya meyalah gunakan kekuasaan tersebut. Buktinya KPK terus menerus mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang-orang yang tidak miskin dan tidak ‘bodoh’ dan yang pasti mereka semua adalah orang yang mengaku punya TUHAN.
Jangankan suatu negara, dalam organisasi terkecil sekalipun yaitu keluarga, terkadang kita ingin menjadi TUHAN atas setiap anggota keluarga kita. Sebagai orang tua, kadang kita mau menjadi TUHAN atas anak-anak kita, kita ingin anak kita menuruti semua kemauan kita dan terkadang kita menjadi lebih dari TUHAN karena kita bisa memvonis anak kita bodoh, nakal, bebal dsb. Lebih dari TUHAN, karena TUHAN tidak pernah mengata-ngatai kita sebagai bodoh, nakal dan bebal. Sebagai orang tua, jika anak kita tidak menuruti apa yang kita katakan, ktia dengan seenak perut kita memberikan sanksi kepada anak kita. Padahal TUHAN terkadang memberikan kita pilihan bebas untuk segala sesuatunya. Dan sebagai orang tua ketika anak melakukan kesalahan, kita tidak bisa memaafkannya padahal TUHAN sendiri sudah memaafkan kita lebih dahulu.

Sebagai pimpinan di kantor, kita ingin menjadi tuhan bagi bawahan kita. Perkataan kita adalah perintah dan tidak terbantahkan!! Kita ingin semua bawahan kita ‘takut’ kepada kita dan melakukan semua yang kita inginkan!! Padahal semestinya manusia itu hanya takut kepada TUHAN bukan? Sebagai seorang pimpinan kadang kita mempermainkan kehidupan seseorang. Karena punya kekuasaan kita bisa memecat seseorang kapanpun kita mau. Bahkan ketika penilaian kita sangat subjektif. Sebagai atasan yang punya kekuasaan lebih dari bawahan kita, kita sering jadi TUHAN buat mereka, kita bisa mempermainkan perasaan mereka, kita bisa teriak2 memaki mereka seakan-akan mereka adalah ciptaan kita. Padahal kita sama-sama terbuat dari debu tanah, bedanya hanya posisi dan jabatan di kantor yang berbeda. Tapi di luar kantor apa bedanya? Sama-sama terbuat dari debu tanah, yang akan kembali menjadi debu tanah.

Ketika kekuasaan ada di tangan manusia, maka manusia sering lupa diri dan menganggap dirinya tuhan. Jangankan di lembaga-lembaga swasta, pemerintahan dan organisasi lainnya, di gereja pun sering terjadi hal yang sama. Banyak pendeta, gembala, hamba TUHAN, penatua, syamas seakan-akan menjadi tuhan buat jemaatnya. Seorang pendeta bisa memvonis seseorang itu berdosa, padahal hanya TUHAN yang punya wewenang itu. Seorang penatua, syamas, bisa memojokkan seorang jemaat hanya karena si jemaat itu adalah seorang pemabuk. Dan bahkan dengan mengatasnamakan TUHAN, seseorang bisa bertindak tidak penuh kasih di lingkungan gereja, yang nota bene adalah rumah TUHAN yang semestinya dipenuhi dengan kasih. Dan bahkan di banyak lembaga-lembaga kerohanian yang bersembunyi di balik jubah YESUS, yang ternyata melakukan praktek men-tuhan-kan pemimpinnya dan pemimpinnya men-tuhan-kan dirinya. Dengan melakukan berbagai tindakan, mengambil banyak keputusan yang mempengaruhi hidup satu dua orang bahkan yang mempengaruhi kehidupan orang banyak dengan semena-mena, yang menyakiti orang lain, yang membuat orang lain menderita, hanya karena dia punya kekuasaan yang lebih sebagai pimpinan.

Sulit rasanya menerima kenyataan bahwa ada banyak sekali orang yang katanya bekerja di lembaga pelayanan yang mempraktekkan gaya ‘men-tuhan-kan’ diri sendiri. Dan ironis sekali jika itu dilakukan dengan embel-embel di dalam nama TUHAN YESUS!! Dan lebih ironis lagi jika itu dilakukan oleh orang-orang yang katanya sudah lahir baru, yang sudah menerima YESUS sebagai TUHAN dan juru selamat, sedangkan pada kenyataannya dia ingin bersaing dengan TUHAN YESUS, untuk menjadi tuhan buat bawahannya. Sangat menyedihkan jika ini harus terjadi di lembaga-lembaga yang punya embel-embel pelayanan. Kekuasaan, itu lah intinya.

Ketika menjadi pemimpin dan mempunya kekuasaan, semestinya kita semakin mawas diri dan semakin berhati-hati dalam bertindak, bertutur kata, dalam mengambil keputusan. Karena apapun keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi kehidupan satu orang. Satu orang itu mungkin sedikit, tapi dari satu orang itu bisa menjadi 10 orang, 100 orang, 1000 orang dan lebih dan lebih lagi. Mungkin dengan memecat 1 orang, perusaha, kantor dan lembaga kita, tidak akan mengalami goncangan apapun, apalagi kalau orang kita pecat itu hanya karyawan biasa dan bukan siapa-siapa. Tapi dengan dia dipecat, akan ada 4 orang (istrinya/suaminya dan 3 anaknya) yang tidak akan punya makan hari itu dan hari-hari berikutnya. Mungkin dengan dia dipecat, akan ada 1 ibu yang meninggal akibat sakit (tidak punya biaya untuk berobat) bahkan mungkin dengan dia dipecat akan ada 100 anak yatim piatu yang tidak bisa makan 1 hari karena dia adalah donatur tetap di panti asuhan itu..dan ada banyak kemungkinan yang lainnya. Saya suka sekali menggunakan ilustrasinya aa Gym, tentang seseroang yang membuang kulit pisang sembarangan, kemudian kulit pisang itu diinjak oleh seorang ibu hamil dan ibu itu jatuh, akibatnya dia keguguran. Ternyata ibu ini hamil anak pertama yang sudah sekian tahun dinanti-nanti. Keguguran sang ibu membuat suaminya stress dan depresi, akhirnya karena stress dan depresi perusahaannya bangkrut dan gulung tikar akibatnya ratusan karyawan menjadi pengangguran. Hanya dari kecerobohan seseorang membuang kulit pisang, ada ratusan orang yang kehilangan pekerjaan. Ilustrasi yang luar biasa.

Kekuasaan membuat kita lupa diri, bahwa kekuasaan yang kita miliki hanya pinjaman dari TUHAN. Dengan kekuasaan yang kita miliki kita tidak bisa menyamai TUHAN. Dan dengan kekuasaan yang kita miliki, kita akan dituntut lebih dari pada orang yang tidak diberika kekuasaan. Sebagai pimpinan kita akan dituntut lebih dari pada bawahan kita...bukan oleh siapa-siapa tapi oleh TUHAN sang pemberi kekuasaan. Jikalau kita mempraktekkan gaya ‘men-tuhan-kan’ diri sendiri, mungkin kekuasaan itu akan tetap menjadi milik kita namun kita akan mempertanggung jawabkan lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi. Karena sungguh tiada yang punya kuasa selain DIA sang pencipta segalanya...sang pemberi nafas kehidupan...sang pemberi kuasa itu...kita hanya harus menjalaninya dengan mempraktekkan gaya ‘meng-hamba-kan’ diri kita sendiri kepada sang pemberi kuasa, ketika DIA mengijinkan, ketika DIA meminjamkan sedikit ‘kekuasaan’ kepada kita.......
Keep the spirit friends!!!

Hanya lakukan ‘semuanya’ untuk TUHAN dan bukan untuk manusia.... semua untuk kemuliaan-NYA!!



there are many things around us are too small to ignore